Kumbakarna Kepada Saraswati

 

Masihkah kau bersemayam dalam mulutku?

Tidur panjangku telah menyia-nyiakan Rahwana

                                Telah meruntuhkan Alengka

Tidur panjangku adalah penyesalan

Tidur panjangku adalah kutukkan,

Kutukan atas sebuah permintaan yang dijanjikan Brahma

Kaulah yang membuat lidahku kelu

Untuk membuktikan, para dewa tak kuasa pada hati

Oh.. Saraswati

Mainkanlah wina untukku, sebuah lagu melankolis yang merdu

Agar angsa dan merak menari

Di atas bunga-bunga merah menyala yang tak memiliki wangi

Padma merah dalam hati

Padma biru dalam empedu

Hanyutkanlah aku di selatan Kuruksetra

Agar dewa-dewa tahu, aku tak pernah menginginkan Indrasan

Aku hanya ingin kau tetap mengalir dalam ucapan

aku menolak menjadi moksha,

kaki, tangan, dan leherku bukan putus karena panah Rama

tapi aku yang membetotnya sendiri

aku menolak disebut patriot Alengka

ya… itu, aku mencintai tapi tak kuasa memiliki

maka, dengarlah wahai Brahma,

aku akan tidur karena keinginanku, bukan karena belas kasihanmu

Oh…. Supta Sada

~ Ama~ 2013

Seperti Sysiphus

Corintha adalah kisah tentang masa lalu, dan Tartarus adalah kisah hari ini.

Sejak aku melihat Aegina menidurkan matahari dalam kelambu paradoks

Aku telah terjebak ke dalam purgatory yang menggelinding tanpa henti

Tak ada lagi bau tanah di musim hujan negeri tropis

Bunga-bunga petrichor membusuk

 

Batu-batu mengelinding sebagai opera tragic

Melindas sepasang jejak

Batu-batu ringan seperti kapas

Tapi tak mampu diterbangkan Aeolus,

Bukit-bukit dipapas langkah

meski Asopus tak mampu mengalirinya

 

aku mendorong ke atas

membentuk tekstur di lereng yang kulewati

lalu menggelindingkannya kebawah

menghapus tekstur di lereng yang kulewati

begitu, terus…

            terus…

             terus…

hingga entah

 

~Ama~ 2013

Bersila di Lantai

senja…

gugur daun ditelapakku, tak ada permintaan

gagu hujan menggenang di perahu kertas

tinta luntur memeluk air yang mengalir

langit tak menjawab satupun pertanyaaan

kulit-kulit tertembus

dingin hadir dan mekar

separti gelombang tanpa tujuan

 

aku mencintai gelisahmu

aku memeluk kerinduanmu

aku hidup di tinta-tinta tipis

aku sendirirn di hutan algoritma

 

kangen…

seperti usaha musafir menyalahkan api di sabana yang kehujanan

malam memberinya kecupan kesendirin

tepat matanya yang sembab

terjadilah yang harus terjadi…

kita sama-sama rindu pulang,

 

Aku telah siap Tuhan….