Seringkali aku membaca sajak dan tulisan orang hebat, tetapi tak ada satu yang bisa kuingat. Tulisan mereka dimuat di koran-koran besar, media terkenal, dan tentu oplahnya ratusan ribu eksemplar setiap hari. Tetapi, apakah orang-orang yang membeli koran dan majalah itu benar-benar membaca lalu mengingatnya? Bagaimana jika mereka sama sepertiku? Membaca, tetapi tak ingat. Ragu karena susunan kata nan indah dan bagus tetapi muluk-muluk itu, sulit untuk mereka mengerti, lalu memutuskan untuk membuka halaman selanjutnya saja. Atau bagaimana jika dilewati begitu saja karena dianggap bukan bacaan penting sekelas kecelakaan di jalur tol selama arus mudik? atau sekelas berita pembunuhan seorang gadis cantik di satu kota besar yang terekam cctv dan dijadikan headline selama berhari-hari?
Untuk apa sebenarnya orang membuat sajak dan tulisan-tulisan jika pada akhirnya tak mampu menggerakkan pembacanya? Jika akhirnya sebatas mendapatkan pujian “keren”, “mantap”, “asik”, lalu setelahnya orang kembali apatis, lalu apa gunanya? aku tak mengerti, barangkali aku yang bodoh tetapi hal ini membuat resah. Banyak penulis muda bertebaran, membuat buku, yang bahkan telah dipublikasikan, membuat rangkaian perjalanan untuk mempromosikan buku yang telah dicetaknya, tetapi kosong. Setelah dibedah, acara habis, masing-masing lalu pulang dan masuk kembali ke kamar. Nol. Jadi sebenarnya tulisan itu dibuat untuk siapa? untuk apa?
aku melihat potensi dalam kemudaan itu, tetapi tak digunakannya potensi itu. aku melihat mereka menulis dengan penglihatan yang terbentur sebuah kotak kaca yang bening, transparan. Mereka menulis apa yang mereka lihat, bukan apa yang mereka rasakan, atau mereka kerjakan. Kacamata siapa yang mereka pakai? sepatu siapa yang mereka pakai? I’m not sure…